Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang
saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri
dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka
pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada
suatu ungkapan ataupun objek. Secara sadar atau tidak, manusia melakukan komunikasi intrapersonal
setiap harinya. Intrapersonal adalah sebuah penggunaan bahasa dan pikiran yang
membentuk conversation yang terjadi di dalam diri komunikator. Hal ini dilakukan upaya
untuk memahami diri sendiri dan dapat mengembangkan kepribadian seseorang.
Komunikasi pada prinsipnya bukan selalu menjadi sebuah panasea
atau obat yang ampuh untuk menyelesaikan berbagai masalah. Hal ini disebabkan
karena suatu konflik mungkin berkaitan dengan masalah struktural. Bahkan
komunikasi bisa sangat mungkin menimbulkan konflik. Berkaitan dengan komunikasi
intrapersonal yang telah dijelaskan, konflik pun bisa terjadi di dalam diri
kita sendiri. Konflik itu bisa kita sebut sebagai self-conflict.
Konflik diri ini terjadi ketika kita mempunyai masalah terhadap diri kita
sendiri dan kita berjuang melawan apa yang ada di dalam diri kita sendiri.
Dilema yang ditimbulkan pada self-conflict (atau kita dapat
menyebutnya denganinternal conflict) adalah hal-hal yang berkaitan
dengan emosi dan pikiran yang mungkin menimbulkan pertanyaan etis serta
emosional. Hal ini memungkinkan diri kita bertanya, “Apa yang harus saya
lakukan?” atau “Ada apa dengan diri saya? Mengapa saya jadi seperti ini?”
Galau, mungkin itu adalah kata-kata yang cukup populer saat
ini. We are likely to be in random position like dilemma. Apa
yang membuat kita galau? Masalah cinta, keluarga, karier, persahabatan, atau
bahkan hal-hal kecil di kehidupan sehari-hari seperti apa makanan yang enak
untuk dimakan saat ini, warna baju apa yang harus saya gunakan nanti malam,
atau bahkan menentukan tempat tujuan bepergian. Bukan hal aneh lagi rasanya hal
seperti ini terjadi. Dari setiap kejadian ini, ‘kegalauan’ atauself-conflict itu
sendiri mempunyai dampak yang baik maupun buruk terhadap diri kita.
When fight begins within himself, a man’s worth something.
-Sir Frederick Browning
Melihat sebuah quotes ini, kita melihat manfaat
dari self-conflict. Banyak orang tidak menyadari bahwa
perasaan mereka terhadap orang lain sangat ditentukan oleh perasaan mereka
terhadap diri mereka sendiri, dan jika kita tidak nyaman terhadap diri kita
sendiri, kita tidak bisa merasa nyaman dengan orang lain. Artinya, konflik yang
terjadi di dalam diri kita sendiri bisa menjadi sebuah evaluasi sosial. Self-conflict juga
bermanfaat sebagai cerminan diri atau introspeksi diri untuk mengoreksi diri
kita dan memperbaiki diri kita. Hal ini bermanfaat sebagai pengembangan diri
yang lebih baik.
Lalu, apa jadinya jika self-conflict berkepanjangan?
‘Galau akut’ mungkin terjadi pada seseorang yang tidak bersikeras memikirkan
atau merasakan sesuatu yang ada di dirinya seorang diri saja dalam waktu yang
terlalu lama. Hal ini dapat menimbulkan stress, kurang konsentrasi, gangguan
kejiwaan, atau pun sakit secara fisik. Jadi, ada baiknya membatasi diri kita dengan
pikiran yang tak terlalu jauh dan berusaha membagi masalah yang ada dengan
orang terpercaya di sekitar kita.
Memang pada dasarnya hal ini tidak mudah untuk dilalui. Hati dan
pikiran berbaur dalam bahasa yang kita ciptakan sendiri. Pertautan antara hati
dengan pikiran, pikiran A dengan pikiran B, atau sisi X dalam hati kita dengan
sisi Y dalam hati kita bisa saja terjadi kapanpun, dimanapun, dan siapapun.
Berikut akan saya berikan sedikit kutipan pertautan atau konflik diri yang
terjadi di dalam diri seseorang, ini mungkin contoh konkrit yang terjadi. Saya
menggunakan bahasa perumpamaan semi sastra yang mungkin dapat mengembangkan
imajinasi pembaca.
Hati berkata, “…. dan aku jatuh cinta pada akhirnya. Pada
seseorang yang awalnya kuanggap sebagai sebuah permainan pikiranku. Hingga aku
yakin aku dapat mengubahnya menjadi seseorang yang lebih baik. Bukan hanya
mengubah secara fisik dan kasat mata. Ada keyakinan untuk mengejar sesuatu
dalam diri ini yang akan berbuah manis. Hal lain yang membuat gusar adalah
ketika diri ini lelah. Aku, hati ini, tidak ingin berhenti. Entah apa alasan
yang membuatku terus berjalan. Apa yang harus aku lakukan?”
Dan…. sebuah kata datang dari sisi lain
Pikiran bersuara, “Bagaimana mungkin aku pada akhirnya seperti
ini? Secara logika, aku mengenal dirinya sebagai sosok boneka permainanku untuk
menghilangkan semua rasa penasaran yang muncul. Aku mengetahui dirinya dan
tidak mungkin aku akan berjalan sepanjang ini. Dia seseorang yang jauh dari apa
yang aku harapkan, tak mungkin aku akan mampu bersamanya. Tapi….. mengapa
semuanya berkelanjutan? Mengapa aku tak bisa berhenti melangkah? Aku bisa,
banyak kemungkinan yang bisa membuatku berhenti. Tetapi, apa yang menahanku?
Hai hati, apa kamu tidak mau kita berjalan seiringan?”
Siapapun pernah merasakan konflik. Itu sudah menjadi sebuah alam
dari manusia. Konflik individu, konflik kelompok, atau bahkan konflik internal
dalam diri seperti apa yang dijelaskan. Anda mungkin tidak menyadari saat ini
sedang mempunyai konflik dalam diri Anda sendiri. Tapi hal itu pasti terjadi di
dalam diri Anda. Pertanyaannya, mampukah Anda mengatasi konflik tersebut?
Apakah Anda menemukan jawaban terbaik dari konflik diri Anda? Adakah manfaat
yang terjadi setelah Anda mengalami konflik diri? :)
Comments
Post a Comment